SELAMAT DATANG DI BLOG SEPUTAR DUNIA PERPUSTAKAAN, SEMOGA BISA BERMANFAAT BUAT TEMAN-TEMAN.

Pemasaran dan Promosi Perpustakaan

Pemasaran dan Promosi Perpustakaan

Pemasaran adalah penganalisisan, perencanaan, penerapan dan pengawasan program agar terjadi pertukaran nilai dengan pasar yang ditargetkan demi tujuan organisasi. Promosi adalah pelayanan mengenalkan seluruh aktivitas yang ada di perpustakaan agar diketahui oleh khalayak umum. Promosi perpustakaan pada dasarnya merupakan forum pertukaran informasi antara organisasi dan konsumen dengan tujuan utama memberikan informasi tentang produk atau jasa yang disediakan oleh perpustakaan sekaligus membujuk siswa dan guru untuk berekreasi terhadap produk atau jasa yang ditawarkan. Hasil dari promosi adalah tumbuhnya kesadaran sampai tindakan untuk memanfaatakanya.

a. tujuan promosi

Promosi perpustakaan adalah aktivitas memperkenalkan perpustakaan dari segi fasilitas, koleksi jenis layanan, dan manfaat yang dapat diperoleh oleh setiap pemakai perpustakaan secara lebih terperinci, tujuan promosi perpustakaan adalah :

1. memperkenalkan fungsi perpustakaan kepada masyarakat pemakai

1. mendorong minat baca dan mendorong masyarakat agar menggunakan koleksi perpustakaan semaksimalnya dan menambah jumlah orang yang membaca

2. memperkenalkan pelayanan dan jasa perpustakaan kepada masyarakat.

Metode memamerkan jasa perpustakaan

Berikut ini adalah metode memamerkan jasa perpustakaan berupa :

1. nama dan logo

2. poster dan panflet

3. pameran

4. media dan video

5. ceramah

6. iklan

Sarana promosi bentuk tercetak

Ada beberapa macam bentuk tercetak yang dapat dilakukan untuk sarana promosi perpustakaan, antara lain adalah sebagai berikut :

1. brosur

2. poster

3. map khusus perpustakaan

4. pembatas buku

Unsur-unsur promosi

Hal lain yang harus diketahu untuk mempromosikan perpustakaan adalah unsur-unsur promosi seperti di bawah ini :

- attention/perhatian - action/tindakan

- interest/ketertariakan - satisfy/kepusan

- desire/keinginan

Bentuk-bentuk pemasaran

Salah satu cara yang efektif untuk menembus pembatas dan penghalang komunikasi antara perpustakaan dan penggunanya adalah dengan jalan mengadakan kegiatan perpustakaan yang melibatakan staf perpustakaan dan pengguna. Beberapa macam kegiatan yang dapat dilakukan untuk promosi antara lain :

- peningkatan diri para petugas perpustakaan dengan :

ü berusaha tampil penuh percaya diri,

ü berpandangan positif,

ü berpakaian dengan sopan dan rapi

- pendekan pada guru dilakukan dengan cara :

ü proaktif,

ü membuat daftar buku yang ada di perpustakaan berkenaan dengan tiap mata pelajaran dan diberikan kepada masing-masing guru sesuai dengan mata pelajarannya,

ü meminta daftar buku yang diperlukan guru-guru dalam menunjang pengajaran mereka

1. Pendekatan dengan pihak pemimpin dengan cara :

ü membuat perencanaan jangka pendek (1 tahun) yang berkualitas dengan argumentasi yang kuat dan diajukan kepada kepala sekolah

ü membuat laporan pembangunan perpustakaan secara periodik (perkuartal, persemeter, atau pertahun

ü mengajukan kepada kepala sekolah agar mewajibkan anak didik mengikuti kelas perpustakaan satu jam pelajaran dalam satu minggu

4. memberikan pelayanan yang baik agar kepuasan pengguna tercapai

ü memelihara penantaan buku yang rapi agar buku mudah didapat,

ü membiasakan diri agar biasa berdisiplin dengan waktu,

ü melaksanakan tugas dengan penuh tanggung jawab.

5. Kegiatan penunjang perpustakaan yang lain adalah

· membuat poster,

· membuat pamflet,

· mengadakan pameran buku

Petugas perpustakaan sebagai agen promosi

Sikap pustakawan secara langsung mempengaruhi citra perpustakaan. Jika petugas perpustakaan memperlihatkan sikap yang baik dalam memberikan pelayanan kepada pemakai, secara tidak langsung ia telah melakukan promosi.

Evolusi konsep pemasaran

Bebrapa evolusi konsep pemasaran dapat dijelaskan bahwa terdapat era dalam konsep pemasaran.

a. era produksi, yaitu paroduksi menciptakan kebutuhan sendiri.

b. era penjualan, yaitu mendapatkan konsumen atas produk yang dihasilkan.

c. era konsep pemasaran, yaitu memuaskan keinginan dan kebutuhan konsumen dan berusaha mencapai kebutuhan organisasi.

Pada saat ini perpustakaan masih berada dalam kebiasaan aggressive sales mode. Mary C. Bushing (1995) dalam the library product and exellence mengatakan bahwa marketing pemasaran menawarkan teori dan proses dimana perpustakaan dapat menghubungkan antara produk, hasil, dan peran.

Target pasar

Target pasar adalah sekelompok orang baik sebagai individu maupun organisasi yang memiliki kebutuhan informasi dan memiliki kemampuan, kemauan, dan hak untuk mendapatkan informasi. Pemasaran terdiri atas serangkaian kegiatan yang dimulai dengan kegiatan mengidentifikasi kebutuhan masyarakat dan kelompok yang membentuk area pelayanan perpustakaan dan diakhiri dengan komunikasi kembali ke masyarakat berkaitan dengan penyediaan kebutuhan masyarakat tersebut. Di antara awal dan akhir tersebut terjadi proses perencanaan dan usaha pemasaran kedepan.

Identifikasi pasar yang ditarget

a. total marketing

pendekatan total market menggunakan single marketing mix. Dengan pendekatan tersebut target pasar dianggap memiliki kebutuhan yang sama, satu produk/dengan tambahan beberapa produk lain, satu harga, satu program promosi untu semua, satu sistem distribusi.

b. segmentasi pasar

segmentasi pasar adalah pemisahan proses pemisahan pasar total menjadi kelompok-kelompok pasar dengan kebutuhan yang sama. Pasar segmen adalah individu atau organisasi dengan ciri serupa sehingga kebutuhanya pun serupa. Strategi segmentaasi adalah sebagai berikut :

1. strategi konsentrasai

pemasaran tunggal terhadap segmentasi pasar tunggal dengan satu bauran pemasaran dan dilakukan terhadap segment tertentu. Keuntungan adalah pada kesempatan untuk menganalisis ciri dan kebutuhan kelompok konsumen (pemaki yang berbeda), usaha untuk memenuhi kebutuhan kelompok tersebut bisa maksimal, bisa bersaing dengan organisasi besar. Kerugian sumber terfokus pada satu segment dan apabila konsumen turun pemanfaatanya pun turun.

1. strategi multi segment

Dalam strategi multi segment dilakukan pemasaran terhadap dua atau lebih segmen sekaligus dengan bauran pemasaran sendiri-sendiri untuk masing-masing segment.

Variable segmentasi pasar adalah sebagai berikut :

1. variabel semeser satu

2. variabel jurusan

3. variabel fakultas

4. variabel sastra

Langkah pelaksanaan variabel adalah meliputi :

1. planing

2. assesment terhadap kebutuhan dan keinginan

3. assesmen dan prioritas

4. fullsilment

5. promosi

6. pelaksanan kerja

7. evaluasi segmentasi pasar

Elemen bauran pasar

Elemen bauran pasar adalah :

- produk yang terdiri dari brand name, features, image, pengepkan, tingkat kualitas, pelayanan.

- price yang terdiri atas daftar harga, promosi, kredit, dan diskon.

- place yangmeliputi channel, inventory, lokasi, retailers, wholesales, dan transportasi.

- promotion yang meliputi iklan, coupons, free samples, personal selling, product display, publicity, sales managenment, dan trade show.

Daftar Pustaka

l Sulityo-Basuki.1993.Pengantar Ilmu Perpustakaan dan Informasi. Jakarta: Gramedia.

l Qalyubi, sihabbudin.2003.dasar-dasar Ilmu Perpustakaan dan Informasi. Yogyakarta: Jurusan Ilmu Perpustakaan dan Informasi Fakultas Adab Iain Sunan Kalijaga.

Konsep Pengembangan Perpustakaan Konsep Library 2.0

Konsep Library 2.0
Istilah library 2.0 berawal dari konsep Web 2.0 yang merupakan generasi ke 2 dari WWW. Web 2.0 atau parcipatory web menggambarkan bagaimana teknologi WWW dimanfaatkan oleh aplikasi-aplikasi yang berkembang saat ini untuk berkolaborasi oleh para penggunanya dari seluruh penjuru dunia. Aplikasi yang memungkinkan itu salah duanya adalah blog dan wiki. Dua aplikasi itu digunakan pengguna untuk berkontribusi terhadap isi website lain.
Konsep kolaborasi dengan banyak orang inilah yang memberi inspirasi lahirnya konsep library 2.0 untuk mewujudkan parcipatory library service. Participatory library service artinya layanan-layanan perpustakaan yang dibangun berdasarkan masukan, evaluasi dan keterlibatan banyak orang: staff perpustakaan, pimpinan perpustakaan, dan pengguna. Perubahan yang terjadi di perpustakaan didasarkan pada masukan, evaluasi dan keterlibatan pengguna. Jadi inti Library 2.0 perubahan yang berpusat pada pengguna atau user-centered change. Hal ini dimungkinkan melalui teknologi informasi atau tanpa teknologi informasi.
Library 2.0 merupakan model untuk perubahan yang terus menerus, untuk memberdayakan pengguna melalui keterlibatan mereka dan layanan yang berfokus pada pengguna, dan perubahan dan untuk menjangkau pihak lain yang berpotensi sebagai pengguna melalui layanan-layanannya. Perubahan yang dapat dilakukan dengan konsep library 2.0 adalah perubahan pelayanan, prosedur dan operasional lainnya. Perubahan ini bersifat terus menerus melalui evaluasi dan pembaharuan.


Persiapan Library 2.0
Sebelum perpustakaan melakukan perubahan dalam bentuk apapun, perlu diketahui apa yang sudah dilakukan dan disajikan oleh perpustakaan kepada penggunanya. Ini dapat dilakukan dengan evaluasi diri tentang: layanan yang telah dilakukan/diberikan, pengguna yang sudah terjangkau oleh layanan dan koleksi perpustakaan, teknologi atau infrastruktur yang mendukung layanan dan pengelolaan perpustakaan. Dengan evaluasi ini, maka kondisi awal perpustakaan akan diketahui untuk melangkah kepada perubahan yang akan ditentukan.
Perubahan yang akan diadakan di perpustakaan perlu didasari pada visi dan misi perpustakaan. Perubahan yang tidak sejalan dengan visi misi perpustakaan akan mengaburkan tujuan perpustakaan dan mengakibatkan perubahan itu tidak sesuai dengan keberadaan perpustakaan di komunitasnya. Ini dapat saja berarti bahwa sebelum melakukan perubahan, peninjauan terhadap visi misi adalah langkah pertama dalam memulai perubahan.
Pada kenyataannya banyak perpustakaan, dalam jenis apapun, kurang memperhatikan dengan seksama apa visi dan misi perpustakaan berkaitan dengan lembaga yang naunginya dan komunitas penggunanya. Tanpa visi dan misi, perpustakaan seperti kapal tanpa kapten kapal yang menentukan arah dari kapal tersebut. Karena itu visi dan misi ini penting untuk dinyatakan secara jelas dan diketahui semua pihak yang berkaitan dengan perpustakaan. Visi dan misi sebaiknya ditinjau ulang setiap beberapa tahun sekali untuk memastikan keberlakuannya.
Salah satu komponen visi dan misi adalah tentang pengguna. Mengetahui dengan lengkap profil pengguna perpustakaan akan memberikan gambaran tentang layanan yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Hal-hal yang perlu diketahui tentang pengguna perpustakaan adalah siapa mereka, latar belakang pendidikan terakhir, kegiatan mereka, kemampuan bahasa asing mereka, kemampuan literasi mereka, dan sebagainya. Misalnya profil pengguna perpustakaan adalah sebagai berikut:
- mahasiswa dan karyawan institusi dari perpustakaan,
- mahasiswa berasal dari berbagai daerah di Indonesia dengan fasilitas pendidikan dan tingkat mutu pendidikan yang beragam
- karyawan institusi lulusan SMA sebanyak 40% dan 60% lainnya bervariasi dari S1 sampai S3
- kegiatan mahasiswa adalah belajar, eksplorasi, berlatih, penelitian dan mencari hiburan
- karyawan administrasi bekerja rutin dan memiliki kebutuhan peningkatan kemampuan, pengetahuan dan ketrampilan
- pengajar/dosen melakukan pengajaran, penelitian dan pengabdian masyarakat
- kemampuan bahasa Inggris mahasiswa rata-rata, kemampuan bahasa Inggris karyawan 40% di bawah rata-rata dan 60% di atas rata-rata
- kemampuan literasi informasi mahasiswa rendah karena belum mampu menyelesaikan masalah informasi dengan lancar dilihat dari informasi yang dihasilkan
Untuk mendapatkan profil ini, data-data mahasiswa di bagian akademik dapat membantu sebagian informasi tentang latar belakang. Sementara cara lain yang dapat dilakukan adalah melakukan survey kepada pengguna, mahasiswa dan karyawan dalam hal ini.
Selain tentang profil pengguna, informasi penggunaan layanan dan koleksi perpustakaan selama ini menjadi suatu hal yang dapat dievaluasi. Jumlah transaksi perhari dalam beberapa tahun terakhir ini apakah meningkat, menurun atau cenderung statis? Jumlah pengunjung perpustakaan menunjukkan angka yang meningkat atau sebaliknya? Informasi ini dianalisis dengan dilengkapi dengan informasi lain yang terjadi di luar perpustakaan. Misalnya peningkatan transaksi terjadi pada masa-masa ujian tengah semester atau akhir semester. Transaksi menurun pada liburan semester atau kuliah antar semester. Jumlah pengunjung dan jumlah transaksi tidak berbeda secara signifikan sehingga dapat diartikan bahwa pengguna datang lebih banyak untuk bertransaksi ketimbang berada di perpustakaan.
Hasil survey ini diharapkan akan melengkapi visi misi yang berikutnya atau memperbaiki visi misi yang sudah ada. Survey tentang profil pengguna dapat mempengaruhi komponen visi dan misi pada bagian lain seperti jenis koleksi dan juga infrastruktur pendukung pelayanan perpustakaan.
Komponen Library 2.0
Sebagai suatu konsep untuk mengembangkan perpustakaan Library 2.0 memiliki 3 komponen utama yaitu perubahan yang konstan dan bertujuan, partisipasi pengguna, dan penjangkauan pengguna dan pengguna potensial.
Perpustakan sebagai suatu organisasi sudah selayaknya berkembang untuk membuktikan bahwa perpustakaan sebagai organisasi yang hidup. Berkembang berarti melakukan perubahan baik dalam layanan, manajemen, koleksi maupun infrastruktur. Dalam perubahannya, partisipasi dari pengguna yang memiliki kebutuhan di perpustakaan merupakan komponen penting yang menentukan arah dan jenis perubahan yang dilakukan.
Pengguna perpustakaan terdiri dari dua jenis pengguna yang sudah menggunakan perpustakaan dan pengguna yang berpotensial menggunakan perpustakaan. Dua jenis pengguna ini dapat dilibatkan untuk mengembangkan perpustakaan. Masing-masing dapat memberikan ide pengembangan perpustakaan yang tidak atau belum pernah terpikirkan sebelumnya.
Perubahan yang Konstan dan Bertujuan
Perubahan yang konstan artinya selalu ada perkembangan di dalam perpustakaan. Perubahan ini harus didasari dengan alasan atau latar belakang dan tujuan yang jelas. Perubahan adalah dasar dari Library 2.0 : perubahan yang menjangkau pengguna baru, perubahan yang menghasilkan layanan baru dan perubahan yang merupakan tanggapan dari permintaan pengguna.
Dalam dunia perpustakaan, perubahan tidak selamanya mudah untuk dilakukan. Hambatan terhadap perubahan berasal dari budaya yang pegang kuat merasa cukup. Rutinitas administrasi yang perlu waktu dan tenaga keterbatasan biaya, dan keterbatasan sumber daya manusia adalah alasan lain tidak adanya perubahan. Jika ada perubahan maka seringkali merupakan hasil siklus rencana-terapkan-lupakan .Tidak ada tahap evaluasi yang memungkinkan adanya perbaikan berikutnya.
Library 2.0 membawa konsep perubahan yang terus menerus dan bertahap –evolutionary, bukan revolutionary. Perubahan model ini disatukan dalam organisasi, artinya menjadi suatu kebiasaan dan melibatkan staff dan penggunanya. Pada setiap tahap perubahan selalu disertai dengan evaluasi terhadap perubahan tersebut. Evaluasi akan memberi stimulasi terhadap perubahan berikutnya. Demikian siklus itu akan terus berputar sehingga menjadi satu kegiatan rutin yang menghasilkan perubahan.
Ada banyak cara untuk menyatukan perubahan ke dalam organisasi. Dua di antaranya adalah Siklus Tiga Langkah atau Tree-Steps Cycle dan Model Perubahan Tiga Cabang atau Three Branches 0f Change Model.
Siklus Tiga Langkah terdiri dari 3 langkah. Tiga langkah ini dapat dikerjakan oleh suatu Tim Vertikal. Tim Vertikal terdiri dari personel-personel perwakilan dari setiap jenjang dalam struktur organisasi. Dari bagian administrasi atau operator sampai ke bagian manajerial. Dengan adanya wakil dari tiap jenjang, maka ada kepedulian terhadap layanan yang akan dikerjakan bersama. Setiap staff pada jenjang apapun dapat dengan leluasa memberi masukan atau ide kepada rekannya yang menjadi wakil dari Tim Vertikal ini. Tiga langkah tersebut yaitu:
1. Curah Pendapat tentang layanan baru dan perbaikan layanan
Ide perubahan dapat berasa dari staff segala jenjang dan pengguna. Tentukan cara yang mudah untuk ide ini tersampaikan dan terkumpul. Ide dapat disampaikan kapan saja dan dengan cara yang jelas bagi pemberi ide. Kotak saran, kuesioner, formulir saran di meja referensi atau sirkulasi, dan polling dapat menjadi cara. Saran atau ide kemudian dipresentasikan ke semua oleh tim sehingga dapat ditentukan mana yang akan direncanakan untuk diwujudkan.
2. Merencanakan layanan baru dan menyukseskannya
Ide layanan baru atau perbaikan layanan yang masuk dianalisis kemungkinannya untuk diwujudkan. Biaya, teknologi, infrastruktur, kesesuaian dengan visi dan misi, sumber daya manusia dan hal lain dapat menjadi faktor menentukan ide yang akan direncanakan.
Setelah ditetapkan ide layanan atau perbaikan layanan yang akan diwujudkan, rencanakan perwujudan tersebut: pembagian tugas, prosedur, penanggung jawab layanan, waktu tenggat layanan dimulai dan sebagainya.
Langkah berikutnya dalah menjalankan layanan tersebut.
3. Mengevaluasi layanan baru itu secara rutin
Rencanakan bagaimana dan kapan mengevaluasi layanan baru atau perbaikan layanan yang dilakukan. Dalam mengevaluasi staff dari jenjang apapun dan pengguna diikut-sertakan untuk memberikan masukan evaluasi.
Siklas Tiga Langkah tidak membutuhkan banyak orang untuk berada di dalam tim. Yang terpenting adalah tim vertikal yang dibentuk terdiri dari orang-orang dari berbagai jenjang dalam organisasi, dalam hal ini perpustakaan.
Pada Model Perubahan Tiga Cabang, ada 3 tim yang dibentuk. Tiga tim ini juga bersifat vertikal, seperti tim vertikal pada Siklus Tiga Langkah. Anggota masing-masing tim dapat di rotasi secara berkala. Tiga tim yang dibentuk yaitu :
1. Tim Investigasi
Tim yang bertugas untuk melakukan penyelidikan terhadap ide baru yang dapat diterapkan di perpustakaan. Survey, curah pendapat, dan pengumpulan ide atau masukan menjadi tanggung jawabnya. Jika ada ide yang sesuai dengan situasi perpustakaan dan kebutuhan pengguna maka tim ini membentuk Tim Perencana yang bersifat vertikal.
2. Tim Perencana
Tim perencana dibentuk jika ada ide yang sudah disetujui oleh Tim Investigasi. Tim perencana memastikan ide ini dapat diimplementasikan, membuat rencana detil dan membuat rencana untuk evaluasi ide ini ketika sudah dilaksanakan yaitu menentukan kriteria kesuksesan layanan yang akan dijalankan.
3. Tim Evaluasi
Tim ini berdiri sendiri, bersifat vertikal, mengalami rotasi anggota dan sesuai dengan namanya, tugasnya adalah melakukan evaluasi terhadap layanan di perpustakaan. Sifatnya yang berdiri sendiri dapat melakukan evaluasi terhadap beberapa layanan sekaligus. Jika menemukan kesuksesan pada suatu layanan, evaluasi dapat lanjutkan ke evaluasi layanan berikutnya dan akan melakukan evaluasi lagi pada periode berikutnya. Jika kriteria kesuksesan belum ditemukan maka tim ini akan menentukan apakah layanan tersebut diteruskan, diubah, atau dihentikan.
Dari cara kerja model perubahan ini, dibutuhkan banyak orang untuk bekerja dalam tim-tim. Model ini cocok untuk perpustakaan yang berskala sedang atau besar dengan sumber daya manusia yang cukup banyak untuk menjadi anggota 3 tim tersebut.
Partisipasi Pengguna
Pada komponen ini, Library 2.0 memberi perhatian kepada bagaimana pengguna dan non pengguna atau pengguna potensial dapat terlibat di dalam membuat layanan baru di perpustakaan, dan terlibat dalam layanan perpustakaan. Partisipasi berupa masukan ide dapat dilakukan melalui survey, kuesioner dan kotak saran seperti pada pembahasan sebelumnya.
Partisipasi dalam layanan perpustakaan adalah bagaimana pengguna memberikan masukan atau informasi yang dapat digunakan oleh pengguna lain. Sebagai contoh, sebuah katalog buku akan lebih informatif jika mereka yang pernah membaca buku tersebut dapat memberikan komentar tentang apa yang dipelajari dari buku tersebut. Ini seperti layanan yang diberikan oleh AMAZON.COM dengan memberikan kesempatan pada penggunanya untuk memberi review tentang buku yang dibeli atau dibacanya. Informasi tersebut akan berguna bagi pengguna lain yang akan membaca buku yang sama.
Keterlibatan pengguna dapat difasilitasi dengan teknologi informasi, sekalipun ini tidak selalu begitu. Di dalam konsep Library 2.0 teknologi informasi dianggap sebagai alat saja, tidak harus mempunya peran yang menentukan.
Penjangkauan Pengguna Potensial
Pengguna potensial adalah pengguna yang belum menggunakan layanan perpustakaan. Di dunia perpustakaan perguruan tinggi, banyak ditemukan mahasiswa yang tidak pernah memanfaatkan perpustakaan untuk berbagai alasan. Alasan-alasan inilah yang dapat dicari dan dikumpulkan. Mungkin saja mereka tidak tahu bahwa kebutuhan mereka sebenarnya dapat dipenuhi di perpustakaan. Mereka tidak tahu karena mereka punya gambaran tersendiri tentang perpustakaan. Melakukan survey secara khusus kepada pengguna potensial ini dapat menghasilkan ide-ide layanan baru bagi perpustakaan.
Hal lain yang mungkin sebabkan pengguna potensial tidak pernah ke perpustakan adalah karena mereka mendapati bahwa apa yang mereka butuhkan tidak ada di perpustakaan. Misalnya mereka yang ingin menemukan buku-buku tertentu, merasa kecewa karena tidak menemukannya di perpustakaan. Bisa jadi buku tersebut tidak populer atau tidak lagi beredar. Pada kenyataannya, buku-buku yang tidak populer banyak dicari oleh pengguna. Ini adalah konsep Long Tail dan sudah terbukti oleh AMAZON.COM yang banyak menjual buku-buku yang tidak populer lebih banyak dari pada buku yang populer.
Jika memungkinkan untuk mendapatkan buku atau koleksi khusus tersebut dengan cara meminjam, atau dalam format yang berbeda, pengguna potensial ini akan mendapati bahwa kebutuhannya dapat dipenuhi. Ini dapat menjadi ide layanan baru di perpustakaan. Sekali lagi, teknologi informasi dapat dimanfaatkan sebagai alat jika ada. Jika teknologi informasi belum tersedia, perpustakaan dapat memfasilitasi sejauh kemampuannya dan sesuai dengan fasilitas yang ada.
Penutup
Konsep Library 2.0 adalah konsep baru yang berkaitan dengan mengadakan perubahan di perpustakaan yang melibatkan pengguna. Perubahan ini dimaksudkan untuk perubahan yang senantiasa terjadi, tidak bersifat merombak secara drastis, tapi perubahan yang bertahap. Dengan demikian, perubahan akan selalu terjadi di dalam perpustakaan, baik layanannya, infrastrukturnya, fasilitasnya dan bahkan atmosfir di perpustakaan.
Konsep ini diperuntukkan bagi semua jenis perpustakaan dan semua ukuran perpustakaan. Ukuran perpustakaan yang kecil cenderung lebih mudah melakukan adaptasi terhadap perubahan, sementara semakin besar semakin membutuhkan lebih banyak usaha untuk berubah. Karena itu dalam melakukan perubahan perlu mengacu pada model perubahan yang sesuai.
Setiap model perubahan untuk mewujudkan layanan baru senantiasa memberi penekanan penting pada kegiatan evaluasi. Kegiatan evaluasi adalah kegiatan yang membuat perubahan di perpustakaan dapat berlangsung terus menerus.
Referensi:
Casey, Michael E. Savastinuk, Laura C. Library 2.0: A Guide to Participatory Library Service. Information Today, Inc. 2007.
Miller, Paul. Web 2.0: Building the New Library. Ariadne. Ariadne Issue 45. 30-October-2005. Online: http://www.ariadne.ac.uk/issue45/miller/intro.html. Tgl Akses 13 Maret 2008.
Umi Proboyekti,S.Kom, MLIS
Kepala Perpustakaan Duta Wacana, UK. Duta Wacana, Yogyakarta

MENGAPA PERPUSTAKAAN KESEPIAN

Membaca artikel sebuah surat kabar terkemuka sekian bulan yang lalu yang berjudul Perpustakaan yang Kesepian membuat saya prihatin. Dikatakan bahwa ratusan ribu buku tersimpan rapi tak tersentuh di berbagai perpustakaan. Bahkan dugaan saya bukan hanya ratusan ribu buku, tetapi jutaan atau malah puluhan juta buku di berbagai perpustakaan di Indonesia yang tersimpan rapi tak tersentuh oleh masyarakat. Kalau pernyataan ini benar, bisa dibayangkan berapa milyar investasi pemerintah yang dihambur-hamburkan dalam bentuk buku tak terpakai. Yang menjadi persoalan ialah mengapa kondisi ini sampai terjadi. Kemudian apa usaha kita untuk memperbaiki keadaan tersebut.

Salah satu sebab perpustakaan kita sepi pemakai adalah masyarakat kita belum memiliki budaya baca yang tinggi. Padahal membaca merupakan persyaratan yang sangat penting dan mendasar yang harus dimiliki oleh setiap warga negara apabila kita ingin menjadi bangsa yang maju. Melalui budaya baca mutu pendidikan kita bisa ditingkatkan sehingga pada gilirannya dapat meningkatkan kualitas sumberdaya manusia.

Budaya baca ini dipengaruhi oleh beberapa hal seperti latar belakang pendidikan, tingkat penghasilan dan fasilitas yang tersedia. Latar belakang pendidikan seseorang sangat mempengaruhi tinggi rendahnya budaya baca orang tersebut. Kemampuan baca tulis, kemampuan berbahasa dan kemampuan mencerna bahan bacaan sangat dipengaruhi oleh latar belakang pendidikan. Hasil penelitian terhadap minat baca masyarakat di Pulau Batam menunjukkan bahwa semakin tinggi pendidikan formal seseorang semakin tinggi pula frekuensi membaca baik buku, majalah, maupun koran. Dari penelitian tersebut diketahui sekitar 50 % responden tidak tamat SD mengaku tidak pernah membaca buku dan sisanya mengaku membaca buku sekali-sekali. Sedangkan 100 % responden yang berpendidikan S2 mengaku membaca buku. Data yang sama diperoleh untuk kebiasaan membaca koran dan majalah. Bahkan untuk kebiasaan membaca koran mulai tamatan SLTA sudah terbiasa membaca koran yaitu 90,1 %, dan responden yang berpendidikan sarjana dan pasca sarjana 100 % terbiasa membaca koran. Selanjutnya kelompok responden yang tidak tamat SD hanya membaca kurang dari dua jam per hari dan rata-rata kurang dari dua hari dalam seminggu, sedangkan kelompok sarjana menyatakan membaca lebih dari tiga jam setiap hari dan rata-rata membaca lebih dari tiga hari dalam seminggu. Bahkan sebagian (27,6 %) mengaku membaca buku setiap hari..

Selain latar belakang pendidikan hal yang mempengaruhi budaya baca masyarakat adalah tingkat pendapatan. Semakin tinggi pendapatan seseorang semakin tinggi pula budaya baca mereka. Hasil penelitian minat baca di Pulau Batam membukttikan bahwa ada korelasi positif antara pendapatan seseorang dengan kebiasaan membacanya. Hanya 69,9 % responden dari kelompok orang yang mempunyai penghasilan dibawah Rp. 500.000 per bulan mengatakan biasa membaca buku. Bandingkan dengan kelompok orang yang berpenghasilan di atas Rp. 2.000.000 per bulan yang 100 % menyatakan biasa membaca buku.

Hal ketiga yang mempengaruhi budaya baca adalah fasilitas bacaan yang tersedia. Sebenarnya fasilitas bacaan ini erat kaitannya dengan tingkat penghasilan seseorang. Semakin tinggi pendapatan seseorang semakin mampu dia memenuhi kebutuhan bacanya yaitu dengan cara membeli buku, majalah maupun koran atau bahan bacaan lainnya. Sebaliknya semakin kecil penghasilan seseorang, maka semakin tidak mampu dia memenuhi fasilitas yang berhubungan dengan kebutuhan membacanya. Dari kelompok yang berpenghasilan rendah tadi mungkin ada sebagian yang berpendidikan cukup baik dan mempunyai budaya baca yang cukup tinggi. Bagi kelompok masyarakat keleompok ini sebenarnya apabila disekitar masyarakat tersebut tersedia fasilitas dan bahan bacaan gratis, dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat tersebut, saya yakin masyarakat dari kelompok berpenghasilan rendah namun berpendidikan cukup tadi akan memanfaatkannya. Namun kita tahu yang namanya perpustakaan umum di Indonesia masih sangat miskin fasilitas maupun bahan bacaan. Kalaupun ada koleksinyapun sudah banyak yang kedaluarsa sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan pemakai. Jumlah perpustakaannyapun belum memadai bila dibandingkan dengan penduduk Indonesia. Di Indonesia terdapat 2.473 perpustakaan yang diperunntukkan bagi masyarakat umum. Jumlah tersebut terdiri dari 26 Perpustakaan Daerah tingkat I, 272 perpustakaan umum daerah tingkat II, 179 perpustakaan keliling, 167 perpustakaan umum tingkat kecamatan, dan 1.829 perpustakaan umum tingkat desa. Perpustakaan-perpustakaan tersebut melayani hampir 200 juta penduduk Indonesia yang tersebar di 27 propinsi (berarti 1 perpustakaan untuk setiap ibukota propinsi), 342 kabupaten/kotamadya (berarti 1 perpustakaan untuk 2 kabupaten/ kotamadya), 3.596 kecamatan (berarti 1 perpustakaan untuk 22 kecamatan), dan 66.744 desa (berarti 1 perpustakaan untuk setiap 36 desa).. Dari angka tersebut dapat kita simpulkan bahwa fasilitas perpustakaan kita masih sangat miskin untuk mengundang masyarakat meramaikan perpustakaan.

Jadi salah satu cara yang harus kita lakukan untuk membuat perpustakaan kita tidak kesepian adalah dengan melakukan pembinaan fasilitas dan koleksi perpustakaan. Buku-buku yang menjadi koleksi perpustakaan harus diusahakan selalu baru. Penataan ruangan dibuat semenarik mungkin. Bahkan kalau perlu ditata meniru penataan ruangan di toko-toko swalayan. Barangkali dengan penataan demikian akan mengundang para remaja untuk nongkrong di perpustakaan, tidak lagi di swalayan. Bila perlu di perpustakaan umum dibuat seksi penyewaan film video, laser disc, compact disc audio, dan kaset lagu-lagu dan sebagainya. Tentu saja koleksi yang disewakan harus lolos sensor. Selain itu perpustakaan harus gencar melakukan promosi perpustakaan. Bahkan kalau perlu setiap periode tertentu, misalnya seminggu sekali, mengadakan pemutaran film gratis.

Dengan penataan dan program promosi demikian saya yakin perpustakaan tidak akan kesepian lagi. Barangkali justru akan dijadikan tempat untuk rileks dan mencari bahan-bahan untuk hiburan. Bukankah salah satu fungsi perpustakaan adalah sebagai tempat untuk mencari hiburan?

setstats1