Membaca artikel sebuah surat kabar terkemuka sekian bulan yang lalu yang berjudul Perpustakaan yang Kesepian membuat saya prihatin. Dikatakan bahwa ratusan ribu buku tersimpan rapi tak tersentuh di berbagai perpustakaan. Bahkan dugaan saya bukan hanya ratusan ribu buku, tetapi jutaan atau malah puluhan juta buku di berbagai perpustakaan di
Salah satu sebab perpustakaan kita sepi pemakai adalah masyarakat kita belum memiliki budaya baca yang tinggi. Padahal membaca merupakan persyaratan yang sangat penting dan mendasar yang harus dimiliki oleh setiap warga negara apabila kita ingin menjadi bangsa yang maju. Melalui budaya baca mutu pendidikan kita bisa ditingkatkan sehingga pada gilirannya dapat meningkatkan kualitas sumberdaya manusia.
Budaya baca ini dipengaruhi oleh beberapa hal seperti latar belakang pendidikan, tingkat penghasilan dan fasilitas yang tersedia. Latar belakang pendidikan seseorang sangat mempengaruhi tinggi rendahnya budaya baca orang tersebut. Kemampuan baca tulis, kemampuan berbahasa dan kemampuan mencerna bahan bacaan sangat dipengaruhi oleh latar belakang pendidikan. Hasil penelitian terhadap minat baca masyarakat di Pulau Batam menunjukkan bahwa semakin tinggi pendidikan formal seseorang semakin tinggi pula frekuensi membaca baik buku, majalah, maupun koran. Dari penelitian tersebut diketahui sekitar 50 % responden tidak tamat SD mengaku tidak pernah membaca buku dan sisanya mengaku membaca buku sekali-sekali. Sedangkan 100 % responden yang berpendidikan S2 mengaku membaca buku. Data yang sama diperoleh untuk kebiasaan membaca koran dan majalah. Bahkan untuk kebiasaan membaca koran mulai tamatan SLTA sudah terbiasa membaca koran yaitu 90,1 %, dan responden yang berpendidikan sarjana dan pasca sarjana 100 % terbiasa membaca koran. Selanjutnya kelompok responden yang tidak tamat SD hanya membaca kurang dari dua jam per hari dan rata-rata kurang dari dua hari dalam seminggu, sedangkan kelompok sarjana menyatakan membaca lebih dari tiga jam setiap hari dan rata-rata membaca lebih dari tiga hari dalam seminggu. Bahkan sebagian (27,6 %) mengaku membaca buku setiap hari..
Selain latar belakang pendidikan hal yang mempengaruhi budaya baca masyarakat adalah tingkat pendapatan. Semakin tinggi pendapatan seseorang semakin tinggi pula budaya baca mereka. Hasil penelitian minat baca di Pulau Batam membukttikan bahwa ada korelasi positif antara pendapatan seseorang dengan kebiasaan membacanya. Hanya 69,9 % responden dari kelompok orang yang mempunyai penghasilan dibawah Rp. 500.000 per bulan mengatakan biasa membaca buku. Bandingkan dengan kelompok orang yang berpenghasilan di atas Rp. 2.000.000 per bulan yang 100 % menyatakan biasa membaca buku.
Hal ketiga yang mempengaruhi budaya baca adalah fasilitas bacaan yang tersedia. Sebenarnya fasilitas bacaan ini erat kaitannya dengan tingkat penghasilan seseorang. Semakin tinggi pendapatan seseorang semakin mampu dia memenuhi kebutuhan bacanya yaitu dengan cara membeli buku, majalah maupun koran atau bahan bacaan lainnya. Sebaliknya semakin kecil penghasilan seseorang, maka semakin tidak mampu dia memenuhi fasilitas yang berhubungan dengan kebutuhan membacanya. Dari kelompok yang berpenghasilan rendah tadi mungkin ada sebagian yang berpendidikan cukup baik dan mempunyai budaya baca yang cukup tinggi. Bagi kelompok masyarakat keleompok ini sebenarnya apabila disekitar masyarakat tersebut tersedia fasilitas dan bahan bacaan gratis, dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat tersebut, saya yakin masyarakat dari kelompok berpenghasilan rendah namun berpendidikan cukup tadi akan memanfaatkannya. Namun kita tahu yang namanya perpustakaan umum di
Jadi salah satu cara yang harus kita lakukan untuk membuat perpustakaan kita tidak kesepian adalah dengan melakukan pembinaan fasilitas dan koleksi perpustakaan. Buku-buku yang menjadi koleksi perpustakaan harus diusahakan selalu baru. Penataan ruangan dibuat semenarik mungkin. Bahkan kalau perlu ditata meniru penataan ruangan di toko-toko swalayan. Barangkali dengan penataan demikian akan mengundang para remaja untuk nongkrong di perpustakaan, tidak lagi di swalayan. Bila perlu di perpustakaan umum dibuat seksi penyewaan film video, laser disc, compact disc audio, dan kaset lagu-lagu dan sebagainya. Tentu saja koleksi yang disewakan harus lolos sensor. Selain itu perpustakaan harus gencar melakukan promosi perpustakaan. Bahkan kalau perlu setiap periode tertentu, misalnya seminggu sekali, mengadakan pemutaran film gratis.
Dengan penataan dan program promosi demikian saya yakin perpustakaan tidak akan kesepian lagi. Barangkali justru akan dijadikan tempat untuk rileks dan mencari bahan-bahan untuk hiburan. Bukankah salah satu fungsi perpustakaan adalah sebagai tempat untuk mencari hiburan?
No comments:
Post a Comment